Ada istilah no pic hoax. Tidak ada fotonya, sama saja bohong. Palsu. Tidak bisa dipercaya.

Tapi itu tidak bisa menjadi patokan tunggal untuk semua hal dan kondisi. Sebab tidak jarang foto juga bisa menipu.

Bisa saja karena hasil suntingan yang nyaris tanpa cela. Misalnya foto Ahok berbaju petugas SPBU. Kebesaran lagi bajunya.

Selidik punya selidik, itu murni editan. Foto itu berasal dari akun instagram @aganharahap.

Ada yang beranggapan “Masa gitu aja enggak tau editan”“Kan jelas banget editan”. Dan lain-lain.

Padahal harus diakui, editan atau tidak suatu foto atau gambar masih menjadi isu di tengah banyak orang.  Tidak semua yang bisa dengan mudah menyimpulkan suatu foto editan atau tidak. Terlebih ketika foto itu muncul di hadapan orang yang minim pengetahuan dan kesadaran.

Bagaimana jika foto itu bukan editan. Seperti halnya foto viral Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang seolah mencium tangan Presiden Amerika Serikat Joe Biden.

“Erdogan cium tangan Joe Biden. Serendah itukah Turki dihadapan AS??

Bagaimana dengan perasaan mereka yang mengidolakan Erdogan disini?.”

Demikian salah  satu  komentar yang muncul. Komentar ini mematahkan no pic hoax. Karena tampak dengan jelas Erdogan mencium tangan Biden.

Jika dilihat sekilas, memang tampak demikian. Erdogan dengan membungkukkan badan, merendah dan mencium tangan Biden.

Di sinilah perlu informasi pembanding. Di sinilah perlu kehati-hatian.

Foto tersebut hampir dipastikan bukan satu-satunya bukti. Apalagi diabadikan dalam sebuah pertemuan resmi para pemimpin dunia.

Sebuah video 9 detik yang dipublikasikan  kantor berita EHA News di akun twitternya pada 14 Juni 2021 memberikan jawaban . Video itu memperlihatkan detik-detik bagaimana kedua pemimpin itu akhirnya berjabat tangan.

Dengan mengepalkan tangan; cara bersalaman yang populer di masa pandemi, Biden dari arah kiri Erdogan, tiba-tiba menghampiri Erdogan yang sedang duduk. Lantas Erdogan juga mengepalkan tangannya dan kemudian berdiri.

Saat Erdogan hendak berdiri inilah yang tertangkap foto dan viral. Seolah Erdogan mencium tangan Biden.

Dengan video itu, otomatis foto sepersekian detik itu terbantahkan. Foto viral tidak bisa menjadi bukti sebuah kebenaran.

Kasus serupa juga terjadi saat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tiba di Bandara Sentani, Jayapura, Papua untuk menyaksikan langsung PON XX Papua 2021. Salah satu  momen  kedatangan Anies di bandara mendadak viral di media sosial.

Foto Anies dibandingkan dengan suasana saat Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang tiba di bandara yang sama. Beberapa warganet menilai kedatangan Anies tidak disambut meriah warga asli Papua. Sementara Ganjar tampak disambut banyak orang berpakaian tradisonal Papua.

“Foto ada. Bukan suntingan. Sudah cukupkah dianggap bukti sebuah kebenaran? Tentu belum. Lagi-lagi perlu dicari tahu konteks foto tersebut.”

Berdasarkan keterangan dari panitia penyambutan PB PON XX, Anies dan Ganjar tiba di waktu yang berbeda. Pertama, Anies tiba di hari di mana tim penyambutan resmi sudah usai menjalankan tugasnya.

Pasalnya semua kontingen sudah berada di Papua. Kemudian Anies tiba di bandara melalui pintu kedatangan VIP dan di pagi hari sekitar pukul 07.00 WIT.

Sementara Ganjar tiba sekitar pukul 10.00 WIB, beberapa hari sebelumn ya. Ganjar tiba lewat pintu kedatangan umum dan tim penyambutan masih bertugas.

Tentu dua foto itu tidak bisa disamakan. Konteksnya jauh berbeda.

Bagaimana dengan foto yang sangat jelas terlihat suntingan. Foto seorang tokoh di badan anak SD. Foto seorang tokoh di badan seekor binatang.

Banyak foto editan ini beredar di media sosial. Hampir semua orang tanpa terkecuali sangat bisa menyimpulkan itu foto editan.

Foto sejenis bisa dianggap sebuah hoaks dengan kategori misleading content. Foto yang dimaksudkan untuk menjelekkan seseorang maupun kelompok dan diharap mampu menggiring opini sesuai dengan kehendak pembuat informasi.

Karenanya, di tengah jutaan bahkan miliaran foto yang beredar di masa-masa seperti ini diperlukan kemampuan dan kejernihan berpikir. Istilah no pic hoax tidak bisa serta-merta menjadi cara tunggal mendapatkan bukti suatu kebenaran.

Apalagi foto itu dimaksudkan untuk menyesatkan dan menjerumuskan seseorang atau kelompok tertentu. Butuh data dan informasi pembanding agar kebenaran bisa dipastikan.

Lebih cepat lebih baik. Apalagi akurat. Pasti top-markotop. Setidaknya dengan cara ini, masing-masing individu bisa menyelamatkan dirinya sebelum jauh tergulung ombak kesesatan.

 

Penulis:
Rodhi Aulia

Jurnalis Periksa Fakta Medcom.id