Gen Alpha dan Kecakapan Digital

“pada masa akan datang isi tas anak sekolah bukan lagi buku, melainkan komputer notebook dengan akses internet tanpa kabel”

– Robin Paul Ajelo

Pernyataan di atas cukup menggambarkan kondisi karakter dan lingkungan anak-anak yang lahir dan tumbuh di era gempuran teknologi yang membabi buta, generasi itu menjadi kian mahir, produktif, dan mampu memberikan pengaruh besar pada perekonomian dunia, Generasi itu disebut dengan generasi Alpha.

Pendidikan pun sudah tak bisa lepas dari teknologi, siapapun bisa menggunakanya, guru dan siswa punya kesempatan yang sama besar dalam mengoptimalkan pembelajaran. Terutama di masa pandemi covid 19 pada akhirnya kondisi pendidikan harus jalan berdampingan bersama teknologi.

Berbicara generasi Alpha tentunya sangat dekat dengan beragam gawai. Mereka  menjadikan teknologi sebagai alat yang tak pernah tertinggal di dalam sendi-sendi kehidupan. Generasi yang lahir pada tahun 2010 hingga 2025. Generasi yang tumbuh dalam kondisi teknologi berkembang dengan pesat, sehingga kondisi membutuhkan peran dari lingkungan terdekat anak-anak, yakni orang tua sebagai garda terdepan yang dapat memberikan filter kepada anak anak terkait pola konsumsi beragam content yang ada di gawai para anak-anak.

Teknologi menjadi sebuah peluang jika para orang tua mampu memperkenalkan dengan tepat kepada anak-anak generasi alpha khususnya. Tetapi sebaliknya jika para orang tua tak mampu memberikan kendali yang baik akan keberadaan teknologi kepada anak-anaknya maka akan menjadi bomerang. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di tahun 2020 mengeluarkan hasil survey yang mengatakan bahwa sebanyak 79% orang tua memperbolehkan anak-anaknya menggunakan gadget untuk aktivitas belajar online selama covid 19 (kumparan.com). Data ini menunjukan bahwa teknologi sudah tak dapat dihindarkan kepada anak-anak. Beragam kebutuhan sosial untuk menunjang kehidupan mereka kini ditopang oleh semua sistem berbasis teknologi. Data ini menegaskan bahwa anak-anak perlu diperkenalkan dengan teknologi namun tetap berjalan beriringan dengan pemahaman literasi yang cakap.

Kondisi yang baik akan terjadi jika anak anak mampu memahami pemanfaatan teknologi dengan kreatif tentunya tetap dengan pengawasan orang tua. Hal ini dikarenakan anak-anak “zaman now” dinilai lebih piawai sukses di era digital, mereka mampu mengkolaborasikan teknologi dengan cepat dan tepat menjadi peluang kesuksesan. Contohnya banyak Youtuber cilik yang berpenghasilan besar karena kemahiranya dalam mengelola konten di media sosial.

“Orang tua perlu memberikan edukasi dini mulai dari memperkenalkan teknologi hingga memberikan modal dasar yakni pemahaman terkait konten di dalam dunia maya.”

Tetapi tetap perlu di waspadai kehadiran teknologi menjadi sebuah ‘candu’ tersendiri bagi anak anak gen alpha. Minimnya komunikasi face-to face menjadikan generasi alpha haus akan segala bentuk informasi yang tersedia di ruang ruang digital. Serangan hoax, cyberporn, cyberbullying, cybercrime, dan beragam kejahatan digital lainya terus mengintai anak anak. Orang tua perlu memberikan edukasi dini mulai dari memperkenalkan teknologi hingga memberikan modal dasar yakni pemahaman terkait konten didalam dunia maya.

Bukan hal yang mudah memang, tapi itu semua bukan juga sebuah hal yang mustahil. Pendidikan literasi digital perlu dilakukan, seperti : orang tua perlu membuat kesepakatan pada anak berapa lama penggunaan gadget tiap harinya, berikan pemahaman kondisi – kondisi yang boleh dan tidak boleh dilakukan di dunia maya (memberikan identitas dll), pilah situs-situs yang relevan digunakan sesuai dengan usia anak, berikan rasa nyaman dalam bermain gadget dengan tetap menjaga keterbukaan komunikasi sehingga ketika anak sedang mengalami masalah dengan interaksi maya-nya mereka dapat terbuka bercerita kepada orang tua.

Kunci keberhasilan literasi pada anak-anak adalah komunikasi antara orang tua dan anak-anak. Kemampuan literasi bukan sebatas kelihaian menggunakan beragam atribut teknologi semata, lebih dari itu kemampuan literasi berbicara sampai pada kemampuan etis individu dalam berinteraksi di dunia maya. Anak anak gen Alpha tetap perlu memiliki support system untuk mencapai kemampuan literasi tersebut. Orang tua sebagai support sistem paling dasar yan mampu membentuk kemampuan literasi anak anak mereka. Sehingga saat anak anak tumbuh dan berkembang menjadi dewasa meraka sudah menjadi pelaku teknologi berkelas yang memiliki kemampuan etis yang pantas dan tentunya dapat berkontribusi untuk negara melalui kecakapan digital yang sudah diasah dengan baik sedari kecil.

 

Penulis:
Kheyene Molekandella Boer

Dosen tetap di Universitas Mulawarman Samarinda Kalimantan Timur. Kini sedang mengembangkan UMKM untuk produk khas Kalimantan Timur. Hobi fotografi dan menulis.