Niat Sharing tapi Malah Oversharing, Kok Bisa?

Penulis: Silmi Novita Nurman

Editor: Tim Komite Edukasi Mafindo

 

Hadirnya media sosial tentu membawa kemudahan bagi kita untuk terhubung dengan sanak keluarga dan kolega. Kita bisa berbagi kisah apapun tanpa batasan di berbagai platform yang ada seperti Facebook, Instagram, TikTok, dan sebagainya. Namun, terlalu banyak sharing baik di dunia maya maupun di dunia nyata ternyata juga tidak baik. Fenomena tersebut dinamakan dengan oversharing.

 

Oversharing adalah suatu kondisi ketika seseorang tidak dapat membatasi diri sendiri untuk membagikan informasi pribadi di publik. Informasi pribadi tersebut bisa berupa kekayaan, kemiskinan, kesedihan, kebahagiaan, pencapaian, bahkan aib sekalipun.

 

Sesuatu yang dulunya dianggap privat justru sekarang menjadi makanan sehari-hari yang dapat dinikmati oleh semua orang. Seseorang dalam membuat konten tidak lagi membatasi dirinya dalam memfilter informasi apa yang perlu dan tidak perlu dibagikan, terutama di media sosial.

 

Apabila sudah oversharing, disadari atau tidak tentu akan mengancam keselamatan pribadi maupun orang lain. Apalagi oversharing sudah dianggap lumrah dan wajar oleh masyarakat, tak jarang seseorang tidak menyadari bahwa dia telah melakukan oversharing.

 

Tidak semua orang membutuhkan informasi yang dibagikan. Tidak semua orang juga suka dengan informasi yang dibagikan. Oversharing akan membuat semua orang tahu bagaimana dirimu terutama tahu akan kekuranganmu sehingga hal itu bisa menjadi celah untuk seseorang berbuat hal yang tidak semestinya, ujung-ujungnya merugikan diri sendiri.

 

Oleh karena itu, ada dua jenis oversharing yang perlu kamu ketahui; Pertama, oversharing informasi pribadi, misalnya poto, dokumen, alamat rumah, bahkan lokasi terkini. Kedua, oversharing emosi yaitu oversharing emosi termasuk aib sendiri.

 

Alasan orang melakukan oversharing pun beragam, karena merasa kesepian, adanya gangguan kecemasan, mempunyai trauma seperti diabaikan orangtua, perundungan bahkan tidak pernah mendapat apresiasi sama sekali, termasuk mencari perhatian. Betapa banyak kasus belakangan terjadi karena oversharing berujung petaka, misal pamer harta, koleksi barang-barang mewah, hingga arisan milyaran berujung diperiksa KPK.

 

Lantas, apa saja dampak oversharing lainnya?

Pertama, mengganggu kesehatan mental. Biasanya, seseorang yang oversharing akan memiliki perasaan bersalah karena telah sharing di media sosial.

Kedua, membahayakan keamanan data pribadi. Kita tidak boleh membagikan data pribadi di media sosial karena itu akan berdampak buruk bagi kita sendiri, misal poto rumah, KTP, alamat rumah, dan sebagainya. Kebocoran data pribadi dapat menyebabkan serangan digital bahkan penipuan.

Ketiga, menyesal.

Keempat, lelah.

Kelima, menyinggung orang lain. Karena sudah oversharing, tidak menyadari ternyata apa yang telah dishare tersebut telah menyinggung orang lain.

Keenam, membawa vibes negatif. Terlalu oversharing apalagi yang di-share adalah hal-hal negatif maka akan memberikan vibes negatif kepada orang lain yang membaca atau mendengarkan. Maka ciptakanlah vibes yang positif.

Ketujuh, membongkar rahasia. Tanpa disadari bisa jadi sesuatu informasi yang dibagikan adalah informasi data sendiri atau orang lain.

 

Jadi perlu kehati-hatian di setiap sharing informasi. Oleh sebab itu, oversharing harus diatasi agar tak membahayakan diri sendiri atau orang lain.

 

Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi oversharing, di antaranya:

Pertama, lebih sadar terhadap diri sendiri bahwa menjaga data privasi itu penting.

Kedua, kenali masalah dalam diri sendiri terlebih dahulu, selesaikan, agar tidak oversharing.

Ketiga, jangan posting ketika emosi. Berpikir sebelum membagikan postingan. Saat seseorang

emosi, terutama emosi marah, seseorang tidak akan pikir dua kali. Apa yang ada di pikirannya

akan langsung diposting. Termasuk emosi bahagia.

Keempat, lebih selektif. Pilah informasi yang akan dibagikan, apakah akan mendatangkan

manfaat atau kemudaratan.

Kelima, mencari media lain untuk berbagi, misalnya dengan meditasi, menulis puisi, jurnal, dan cerpen.

Keenam, puasa media sosial. Tidak apa-apa kok mengambil jeda sejenak untuk tidak bermain

media sosial agar kewarasan tetap terjaga.

Ketujuh, berinteraksi secara luring dan me time. Luangkan waktu untuk berdialog dengan diri

sendiri.

Kedelapan, quality time dengan orang-orang tersayang. Kebanyakan di dunia nyata, orang-orang tidak terlalu peduli dengan kehidupan orang lain dibandingkan dunia maya.

 

Prinsipnya, tidak semua hal harus diposting. Posting yang penting, bukan yang penting posting. Tetap bijak menggunakan media sosial. Apakah masih mau oversharing? Pikir-pikir lagi, yuk! [SNN-HM]